JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) terus mencatatkan dinamika keuangan yang fluktuatif dalam lima tahun terakhir, terutama akibat tekanan pandemi Covid-19 yang menghantam industri penerbangan.
Meskipun berhasil mencatatkan laba bersih di beberapa periode, perseroan masih menghadapi tantangan signifikan, termasuk utang menumpuk dan harga saham yang terus tertekan.
Dinamika Keuangan GIAA
Pada 2019, sebelum pandemi, Garuda Indonesia mencetak laba bersih sebesar US$6,98 juta, membalikkan kondisi rugi US$231,15 juta pada 2018. Namun, pandemi membawa tantangan berat.
2020: GIAA mencatat kerugian besar sebesar US$2,47 miliar, dengan pendapatan hanya US$1,49 miliar, sementara beban usaha melonjak menjadi US$3,3 miliar.
2021: Kerugian membengkak hingga US$4,14 miliar karena pendapatan turun menjadi US$1,33 miliar, sementara beban usaha mencapai US$2,6 miliar.
2022: Melalui restrukturisasi utang sebesar US$2,85 miliar, GIAA mampu mencatat laba bersih US$3,73 miliar.
Langkah ini juga berhasil menekan utang usaha sebesar 75%.
2023: GIAA mempertahankan tren laba dengan mencetak keuntungan US$250,04 juta, didukung pendapatan usaha yang meningkat 39,83% yoy menjadi US$2,93 miliar.
Namun, pada kuartal III/2024, GIAA kembali mencatat rugi bersih US$131,22 juta. Kendati demikian, laporan Oktober 2024 menunjukkan perbaikan dengan laba bersih US$18,11 juta, berkat perubahan standar akuntansi dari PSAK 73 ke PSAK 107 melalui skema ijarah pada sebagian transaksi sewa pesawat.
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra optimistis perubahan ini akan meningkatkan solvabilitas perusahaan dan membuka peluang pendanaan baru, Jumat, 15 November 2024.
Gerak Saham GIAA
Kinerja harga saham GIAA mencerminkan tekanan keuangan yang dihadapi. Harga saham perseroan terus menurun sejak 2019, ketika ditutup di level Rp457 per lembar:
2020: Merosot ke Rp369 per lembar.
2021: Turun lebih jauh ke Rp204 per lembar.
2022: Saham GIAA disuspensi karena penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
2023: Ditutup di level Rp69 per lembar.
2024: Per 14 November 2024, saham GIAA berada di level Rp57, turun 17,39% year-to-date (ytd).
Saham GIAA saat ini mendapatkan notasi khusus E (ekuitas negatif) dan X (dicatatkan di papan pemantauan khusus) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Strategi Pemulihan dan Tantangan
Menurut Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda, GIAA masih dalam tahap pemulihan dengan beberapa strategi, seperti fokus pada rute domestik, seleksi rute internasional, dan optimalisasi armada melalui penyesuaian operasional.
Namun, peningkatan beban pelayanan penumpang dan kendaraan menjadi tantangan besar dalam mendukung kinerja keuangan yang lebih stabil.
Harapan di Tengah Tekanan
Kendati masih menghadapi tantangan besar, restrukturisasi dan perubahan standar akuntansi memberikan ruang bagi GIAA untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Perusahaan juga berpotensi mengakses pendanaan baru dan memperbaiki kapitalisasi pasar jika solvabilitas berhasil ditingkatkan.
Dengan fokus pada efisiensi operasional dan restrukturisasi, GIAA diharapkan dapat kembali mengudara lebih tinggi, meski harus menghadapi turbulensi di tengah jalan.