Dalam rangka mendukung program 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah proaktif dengan mendorong perusahaan properti untuk terlibat dalam kegiatan penawaran umum saham perdana atau yang dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Tujuan dari langkah ini adalah untuk mempermudah akses perusahaan properti mendapatkan modal pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa sektor properti memiliki peluang besar untuk meningkatkan pendanaan melalui IPO. "Tentunya untuk perusahaan-perusahaan di sektor properti itu dapat melakukan penerbitan efek bersifat ekuitas atau melakukan penawaran umum atau sering kita sebut dengan IPO," ujar Inarno.
Namun, IPO bukanlah satu-satunya alternatif yang disediakan oleh OJK bagi sektor properti dalam mencari sumber pendanaan. Inarno menjelaskan bahwa terdapat beberapa skema lain yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam sektor ini. Salah satunya adalah dengan menerbitkan surat utang seperti obligasi, sukuk, atau instrumen lain seperti medium-term notes (MTN) dan long-term notes (LTN). "Itu bisa dilakukan oleh perusahaan sektor properti atau perumahan," tambah Inarno.
Selain itu, OJK juga menawarkan pemanfaatan Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) sebagai instrumen pendanaan yang menjanjikan. "Melalui RDPT, perusahaan di sektor perumahan dapat memperoleh pendanaan pembangunan melalui efek bersifat ekuitas, efek bersifat utang, atau hybrid instrumen yang akan menjadi investasi dari RDPT," papar Inarno.
OJK juga menyoroti potensi penggunaan Efek Beragun Aset (EBA) sebagai sumber pendanaan yang bisa dijadikan opsi oleh sektor properti. EBA dapat dimanfaatkan bukan hanya oleh perusahaan perumahan, tetapi juga lembaga pembiayaan serta bank yang menyediakan kredit perumahan. Melalui sekuritisasi aset keuangan seperti piutang usaha, account receivable, future revenue, atau future income, pendanaan dapat diperoleh dengan lebih mudah dan efisien.
Instrumen lain yang menjadi rekomendasi dari OJK adalah Dana Investasi Real Estate (DIRE) serta Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA). DIRE ditujukan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang akan diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengannya, dan kas atau setara kas. Sedangkan DINFRA berfungsi sebagai wadah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, yang digunakan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang nantinya akan diinvestasikan pada aset infrastruktur oleh Manajer Investasi.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memacu sektor properti di Indonesia untuk lebih aktif dan kompetitif dalam mendapatkan pendanaan sehingga berkontribusi dalam pembangunan rumah bagi MBR. Dengan adanya dukungan dari OJK, diharapkan perusahaan di sektor ini dapat lebih memahami dan memanfaatkan berbagai instrumen pendanaan yang ada, baik ekuitas maupun utang, untuk mendukung ekspansi dan proyek-proyek pembangunan mereka.
Dalam mengatasi kelangkaan hunian terjangkau di Indonesia, kehadiran instrumen pendanaan yang bervariasi menjadi salah satu solusi yang ditawarkan oleh OJK. Pemerintah dan sektor swasta diharapkan dapat saling bersinergi dalam memaksimalkan potensi pasar modal untuk mendanai pembangunan rumah dengan berbagai skema yang telah disediakan.
Dengan demikian, melalui upaya bersama ini, tidak hanya kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dapat terpenuhi, tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor properti dan menciptakan lapangan kerja baru. Program ini diharapkan menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.