JAKARTA - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menegaskan pentingnya keberadaan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih untuk menghadapi dominasi ritel modern di pedesaan.
Menurutnya, ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart dapat mengancam kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dikelola warga desa, sehingga perlu strategi alternatif yang memperkuat ekonomi lokal.
“Kopdes, program strategis nasional, saya kira salah satu kata kunci untuk kita memastikan pelayanan ekonomi tidak dikuasai oleh segelintir orang,” ujar Mendes Yandri.
Pernyataan ini menjadi jawaban atas pertanyaan anggota DPR terkait langkah pemerintah dalam mengimbangi dominasi ritel modern yang menjamur di desa.
Keberadaan Kopdes Merah Putih dirancang sebagai pusat ekonomi rakyat yang mampu memenuhi kebutuhan dasar warga desa, mulai dari sembako, pupuk, hingga elpiji. Sistem usaha bersama ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi desa tanpa menyingkirkan keberadaan warung tradisional.
Dengan demikian, masyarakat desa tetap memiliki alternatif layanan ekonomi yang terjangkau dan inklusif.
Mengurangi Dominasi Ritel Modern
Yandri menekankan bahwa ekspansi ritel modern di desa tidak perlu ditambah karena berpotensi mematikan usaha kecil masyarakat.
“Kalau saya secara pribadi atau bisa jadi sikap saya sebagai Menteri Desa, sudah cukup, tidak perlu lagi tambah,” tegasnya.
Menurutnya, strategi menghadapi dominasi ritel modern tidak harus selalu dengan pembatasan formal. Pendekatan yang lebih tepat adalah melalui penguatan koperasi desa sebagai pusat ekonomi lokal yang mampu bersaing, sekaligus menyediakan alternatif bagi warga desa.
Dengan Kopdes yang kuat, desa dapat menjaga kemandirian ekonomi dan mendorong pemberdayaan masyarakat.
Peran BUMDes dalam Rantai Pasok Nasional
Selain memperkuat Kopdes, Kemendes PDT menargetkan 20 ribu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk terlibat dalam rantai pasok kebutuhan pangan nasional, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Saat ini, sekitar 400 BUMDes telah menjadi pemasok bahan pangan seperti beras, telur, dan ikan. Hal ini menunjukkan langkah konkret pemerintah dalam mengimplementasikan konsep “dari desa, oleh desa, dan untuk desa.”
“Saat ini sudah ada sekitar 400 BUMDes yang menjadi pemasok program pangan, mulai dari beras, telur, hingga ikan. Ini bagian dari konsep ‘dari desa, oleh desa, dan untuk desa’,” tambah Yandri.
Upaya ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan warga desa, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi lokal.
Partisipasi BUMDes dalam rantai pasok nasional juga membuka peluang baru bagi desa untuk meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas akses pasar bagi produk lokal. Dengan dukungan pemerintah, BUMDes bisa menjadi penggerak ekonomi yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Koordinasi Lintas Kementerian untuk Perlindungan Usaha Kecil
Penguatan ekonomi desa melalui Kopdes dan BUMDes juga membutuhkan regulasi yang melindungi usaha kecil. Untuk itu, Mendes Yandri menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Dalam Negeri.
Tujuannya adalah merumuskan kebijakan yang memastikan keberlangsungan usaha lokal tetap terjaga, sehingga Kopdes dapat berdampingan dengan warung tradisional maupun ritel modern tanpa menimbulkan persaingan yang merugikan.
Langkah ini diharapkan menciptakan ekosistem ekonomi desa yang inklusif dan berkelanjutan, di mana masyarakat memiliki kendali lebih besar atas ekonomi lokalnya.
Desa Tematik sebagai Pendukung Penguatan Ekonomi
Selain Kopdes dan BUMDes, pengembangan desa tematik berbasis potensi lokal menjadi strategi lain untuk menggerakkan perekonomian desa. Beberapa contoh desa tematik yang telah dikembangkan antara lain Desa Nila di Bandung Barat, Desa Ayam, dan Desa Lele di berbagai daerah.
Desa tematik ini memanfaatkan potensi lokal sebagai daya tarik sekaligus sumber pendapatan masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan warga, tetapi juga membangun identitas desa yang unik dan mampu menarik investasi serta wisatawan.
Model ini menjadi contoh bagi desa lain untuk mereplikasi strategi pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal.
Masyarakat Desa sebagai Pelaku Utama Ekonomi
Dalam perspektif Mendes Yandri, dominasi ritel modern bukanlah satu-satunya sumber layanan ekonomi. Alternatif berbasis koperasi desa dan BUMDes menjadi kunci agar ekonomi desa tetap berdaulat.
Kopdes Merah Putih tidak hanya menyediakan barang dan jasa, tetapi juga menjadi wadah bagi warga untuk berpartisipasi aktif dalam pertumbuhan ekonomi desa.
Dengan strategi ini, masyarakat desa diharapkan dapat mengendalikan ekonomi lokal, meningkatkan pendapatan, serta mengurangi ketimpangan yang muncul akibat dominasi ritel modern. Mendes menekankan bahwa partisipasi aktif warga desa menjadi kunci keberhasilan program ini.
Menuju Desa Mandiri dan Berdaya Saing
Dengan penguatan Kopdes, BUMDes, dan desa tematik, Mendes Yandri berharap desa-desa di Indonesia tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga pusat ekonomi mandiri yang kuat.
Kolaborasi antar koperasi, BUMDes, dan program pemerintah menjadi landasan agar desa mampu menghadapi persaingan pasar, mengurangi ketimpangan, serta memastikan layanan ekonomi merata bagi seluruh warga.
Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperkuat ekonomi desa dari hulu ke hilir, mulai dari produksi hingga distribusi, sekaligus menjamin keberlangsungan usaha lokal tanpa mengandalkan dominasi ritel modern. Mendes Yandri menekankan bahwa strategi ini penting untuk menciptakan desa yang mandiri, produktif, dan berdaya saing tinggi.
Dengan demikian, keberadaan Kopdes Merah Putih dan dukungan BUMDes serta desa tematik menjadi kunci untuk mewujudkan desa yang mandiri, berdaya saing, dan ekonominya berpihak pada warga lokal.
Mendes Yandri menegaskan bahwa pendekatan ini bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi juga strategi berkelanjutan untuk memperkuat perekonomian pedesaan di seluruh Indonesia.