JAKARTA - Mulai November 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memulai langkah strategis baru untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan penerimaan negara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Kemenkeu akan mengintegrasikan data wajib bayar, termasuk pajak, kepabeanan, dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP), ke dalam satu sistem terpadu yang disebut single profile.
Langkah ini tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025–2029 dan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, yang diteken pada Oktober 2025.
Program integrasi ini diharapkan dapat mempermudah pemantauan, pengawasan, dan pengelolaan penerimaan negara secara menyeluruh.
Dukungan Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rosmauli, menegaskan bahwa single profile berbeda dari konsep single identity (SIN) yang pernah diterapkan sebelumnya.
“Satu profile WP untuk pajak, BC, PNPB, dan lain-lain,” ujarnya.
Rosmauli menambahkan bahwa data wajib pajak yang dihimpun DJP akan disesuaikan dengan karakteristik yang dibutuhkan dalam single profile.
“Untuk keperluan pembuatan single profile, data yang diperlukan dari DJP tentunya sesuai dengan profile apa yang akan dibangun. DJP berkomitmen untuk mendukung pembangunan single profile,” jelasnya.
Integrasi basis data pajak, bea cukai, dan PNBP akan dikoordinasikan oleh Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BATII) Kemenkeu. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menekankan kolaborasi antarunit di internal kementerian untuk mewujudkan sistem terpadu.
Strategi Pemerintah dalam Pengelolaan Penerimaan Negara
Program single profile merupakan bagian dari empat strategi utama pemerintah untuk menggali potensi penerimaan negara:
Optimalisasi pemanfaatan data untuk mengidentifikasi potensi perpajakan dan PNBP.
Integrasi basis data antarunit dan antarkementerian, melalui single profile wajib bayar, wajib pajak, dan pengguna jasa kepabeanan serta cukai.
Penggalian sumber penerimaan baru, seperti pajak karbon, pajak ekonomi digital, objek cukai baru, dan PNBP.
Penguatan program intensifikasi bea masuk dan keluar, untuk melindungi industri dalam negeri sekaligus mendukung hilirisasi berbasis sumber daya alam.
Renstra Kemenkeu 2025–2029 menyebut bahwa single profile tidak hanya akan diterapkan antarunit di Kemenkeu, tetapi juga melibatkan kementerian/lembaga lain, memperkuat koordinasi lintas institusi dalam pengelolaan penerimaan negara.
Perbedaan Single Profile dan Single Identity
Beberapa pihak menyoroti perbedaan single profile dengan single identity number (SIN) yang sebelumnya diterapkan Kemenkeu.
Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menjelaskan bahwa single identity digunakan untuk memetakan sektor yang belum tersentuh pajak atau celah perpajakan, melalui konsep link and match. Dengan cara ini, otoritas pajak dapat mengidentifikasi wajib pajak yang belum membayar kewajibannya.
“Dahulu itu single identity, ada kemungkinan berbeda dengan konsep single profile,” terang Fajry.
Fajry menekankan bahwa integrasi single profile saat ini masih berupa arah kebijakan, berbeda dengan integrasi NIK dan NPWP yang sudah konkret.
Ia menilai bahwa integrasi basis data antarunit Kemenkeu seharusnya lebih cepat dibandingkan integrasi NIK-NPWP, karena keduanya berada di bawah satu kementerian yang sama.
“Agak ironis memang, ketika NIK dengan NPWP sudah diintegrasikan namun ‘single profile’ antar dua otoritas di bawah Kemenkeu masih dalam bentuk arah kebijakan,” tambahnya.
Manfaat dan Harapan Implementasi Single Profile
Keberadaan single profile diharapkan dapat menutup celah pengemplangan pajak, meningkatkan kepatuhan wajib bayar, dan mendukung optimalisasi penerimaan negara.
Rosmauli menekankan bahwa data yang dihimpun DJP akan digunakan sesuai kebutuhan pengembangan profil, sehingga pemerintah dapat memiliki gambaran menyeluruh mengenai wajib bayar, baik dari sisi pajak, bea cukai, maupun PNBP.
Selain itu, single profile diharapkan menjadi instrumen penting untuk pengawasan fiskal yang lebih efisien. Integrasi data memungkinkan analisis yang lebih akurat, pengawasan yang lebih ketat, dan kebijakan fiskal yang lebih tepat sasaran.
Langkah ini juga mendukung digitalisasi layanan perpajakan, kepabeanan, dan PNBP. Dengan sistem terpadu, wajib bayar dapat dilayani secara lebih cepat dan transparan, sementara otoritas memiliki akses data yang lebih mudah untuk pengelolaan fiskal.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Meskipun rencana integrasi ini ambisius, masih terdapat tantangan implementasi, termasuk teknis integrasi data antarunit dan keamanan informasi. Koordinasi antarunit di Kemenkeu serta dengan kementerian/lembaga lain menjadi kunci keberhasilan program ini.
BATII Kemenkeu akan memimpin koordinasi teknis dan pengembangan infrastruktur data untuk memastikan sistem single profile dapat berjalan efektif.
Ke depan, pemerintah juga berencana melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan akurasi data dan efektivitas pengelolaan penerimaan negara.
Integrasi single profile wajib bayar menandai upaya Kemenkeu untuk memperkuat pengelolaan penerimaan negara melalui teknologi informasi dan koordinasi lintas unit.
Dengan adanya sistem terpadu, pemerintah diharapkan mampu menutup celah pengemplangan pajak, memperluas basis wajib bayar, serta meningkatkan efisiensi administrasi dan pengawasan fiskal.
Meskipun masih dalam tahap awal, langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun sistem perpajakan yang modern, transparan, dan efisien.
Keberhasilan implementasi single profile akan menjadi salah satu indikator kemajuan digitalisasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia.