Indonesia Dorong Ekspor Sawit Melalui Perjanjian IEU-CEPA Strategis

Kamis, 13 November 2025 | 14:50:41 WIB
Indonesia Dorong Ekspor Sawit Melalui Perjanjian IEU-CEPA Strategis

JAKARTA - Industri kelapa sawit Indonesia kini berada di titik strategis untuk memperluas pasar global. 

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA) membuka peluang besar bagi ekspor CPO dan produk turunannya. 

Kesepakatan ini dianggap sebagai jalur langsung untuk mengakses salah satu pasar terbesar di dunia sekaligus mendorong pertumbuhan industri nasional.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyatakan, “Sebuah terobosan besar, jalur langsung menuju salah satu pasar terbesar di dunia. Inilah cara kita mendorong pertumbuhan.” 

Pernyataan ini disampaikan dalam acara 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali. 

Dengan penghapusan 98,61% pos tarif Uni Eropa terhadap produk Indonesia, termasuk CPO, peluang ekspor semakin kompetitif. Di sisi lain, Indonesia menghapus 97,75% pos tarif untuk produk Eropa.

Produksi dan Ekspor CPO Meningkat

Data Gapki menunjukkan bahwa produksi CPO hingga September 2025 mencapai 43 juta ton, meningkat 11% dibanding tahun sebelumnya. Dari sisi ekspor, termasuk produk bernilai tinggi seperti oleokimia dan biodiesel, volume mencapai lebih dari 25 juta ton atau naik 13,4% dari periode yang sama tahun lalu.

Devisa yang dihasilkan dari sektor ini pun meningkat signifikan, mencapai US$27,3 miliar atau 40% lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Konsumsi domestik pun ikut bertumbuh, dari 17,6 juta ton pada 2024 menjadi 18,5 juta ton pada 2025. 

Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri sawit nasional mampu beradaptasi dan tumbuh meski menghadapi tantangan global yang kompleks.

Tantangan Regulasi Global: EUDR

Meskipun prospeknya menjanjikan, perjanjian IEU-CEPA juga menghadirkan tantangan tersendiri. Eddy Martono menyoroti Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) sebagai salah satu hambatan utama. Regulasi ini mengharuskan semua produk yang masuk ke Uni Eropa bebas dari aktivitas deforestasi.

“EUDR bukan sekadar buku peraturan, dia adalah tantangan terhadap sistem kita sendiri,” ujar Eddy. 

Peraturan ini menuntut pelaku industri sawit Indonesia untuk membuktikan bahwa produksinya berkelanjutan, transparan, dan bebas dari kerusakan hutan. Hal ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan kualitas tata kelola dan mematuhi standar internasional.

Sertifikasi ISPO sebagai Bukti Keberlanjutan

Untuk menjawab tantangan EUDR, pemerintah dan industri perlu memperkuat sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Menurut Eddy, sertifikasi ini bukan hanya bukti kedaulatan negara, tetapi juga alat diplomasi bagi industri sawit di pasar internasional.

“Kita harus menjadi advokat tanpa lelah, diplomat bagi petani kecil, dan pembela bagi sistem nasional kita. Kita akan memastikan dunia memahami bahwa keberlanjutan bukan sekadar slogan bagi kita, tetapi komitmen nyata,” tegasnya. Dengan standar ini, Indonesia dapat memastikan produknya diakui global tanpa merugikan petani lokal maupun lingkungan.

Peremajaan Sawit dan Produktivitas Petani

Selain regulasi global, Gapki menekankan pentingnya peremajaan tanaman sawit dan peningkatan produktivitas petani kecil. Eddy menekankan bahwa kebun yang menua dan produktivitas rendah menjadi ancaman langsung terhadap pertumbuhan industri.

“Kebun yang menua dan produktivitas petani kecil yang tertinggal adalah ancaman langsung terhadap pertumbuhan kita,” ujarnya. 

Kebijakan untuk investasi, inovasi, dan peremajaan tanaman menjadi kunci agar sektor sawit tetap kompetitif. Dukungan pemerintah dan lembaga keuangan untuk program revitalisasi perkebunan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan hasil produksi.

Kompleksitas Industri Sawit Nasional

Ketua Panitia IPOC ke-21, Mona Surya, menyebut industri sawit nasional menghadapi tantangan kompleks. Mulai dari volatilitas harga, stagnasi wilayah penghasil utama, hingga hambatan perdagangan global seperti EUDR.

“Dalam lanskap ini, peraturan nasional dan kebijakan global bukan hanya kebisingan latar belakang, mereka adalah kekuatan aktif yang membentuk operasi kami,” ujar Mona. Menurutnya, pelaku industri perlu memahami dinamika global agar strategi ekspor dapat berjalan efektif.

Tren Positif Nilai Ekspor

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO dan turunannya meningkat 32,40%, dari US$13,70 miliar pada Januari–September 2024 menjadi US$18,14 miliar pada periode yang sama 2025. Volume ekspor sembilan bulan pertama 2025 mencapai 17,58 juta ton, meningkat 11,62% dibanding periode sebelumnya.

Kenaikan ini menunjukkan bahwa Indonesia berhasil memanfaatkan momentum pasar global meskipun di tengah regulasi internasional yang ketat. Potensi IEU-CEPA semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar dunia, selama strategi perdagangan dan keberlanjutan dijalankan dengan konsisten.

IPOC 2025: Forum Strategis Industri

IPOC 2025 menjadi ajang strategis tahunan yang memetakan arah kebijakan dan prospek industri sawit nasional maupun global. Tahun ini, konferensi mengangkat tema “Navigating Complexity, Driving Growth: Governance, Biofuel Policy, and Global Trade.”

Forum ini menjadi tempat bagi pemerintah, pelaku industri, dan investor untuk menyelaraskan strategi pertumbuhan, menghadapi tantangan regulasi, serta meningkatkan daya saing industri sawit di pasar global. Diskusi tentang tata kelola, kebijakan biodiesel, dan perdagangan internasional menjadi kunci agar ekspor CPO terus meningkat.

Menyongsong Pertumbuhan Ekspor Berkelanjutan

Dengan IEU-CEPA, peluang ekspor CPO Indonesia terbuka lebih lebar. Namun, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh perjanjian dagang. Dukungan regulasi nasional, sertifikasi ISPO, peremajaan sawit, dan inovasi industri menjadi fondasi yang harus diperkuat.

Tantangan global seperti EUDR tetap ada, namun melalui strategi yang tepat, industri sawit Indonesia memiliki peluang besar untuk tetap kompetitif. 

Pertumbuhan industri sawit tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga menjadi simbol komitmen Indonesia terhadap praktik berkelanjutan dan diplomasi perdagangan internasional.

Dengan koordinasi yang baik antara pemerintah, pelaku industri, dan petani, Indonesia dapat memaksimalkan potensi pasar Uni Eropa serta memperkuat posisi sebagai eksportir CPO terbesar dunia. Masa depan industri sawit terlihat cerah jika strategi keberlanjutan, inovasi, dan diplomasi dijalankan secara simultan.

Terkini