Indonesia Percepat Pengakuan Hutan Adat Lewat Kolaborasi Global

Senin, 17 November 2025 | 15:46:43 WIB
Indonesia Percepat Pengakuan Hutan Adat Lewat Kolaborasi Global

JAKARTA - Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempercepat pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat, sekaligus mendorong kolaborasi pendanaan yang inklusif bagi Masyarakat Adat. 

Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk melindungi hutan tropis, sekaligus memperkuat peran masyarakat lokal sebagai pengelola sumber daya alam yang berkelanjutan.

Pernyataan ini disampaikan oleh Silverius Oscar Unggul, Penasihat Utama Menteri Kehutanan RI, dalam forum internasional Forest Solutions: Action for Forests and Direct Access to Finance for Indigenous Peoples and Traditional Communities. Forum digelar Greenpeace di atas kapal Rainbow Warrior di Belém, Brasil.

Pembukaan Acara dan Pemutaran Film

Acara dimulai dengan pemutaran film dokumenter “Juruá  Memories of a River”, yang menceritakan perjuangan masyarakat Sungai Juruá, Brasil, dalam mempertahankan hutan dan identitas budaya mereka. Film ini menjadi pengantar penting sebelum diskusi panel, menekankan bahwa hak masyarakat adat dan kelestarian hutan saling terkait.

Pemutaran film diikuti diskusi panel internasional yang menghadirkan berbagai pakar, pemimpin adat, dan pembuat kebijakan. Beberapa narasumber yang hadir antara lain:

Fransiska Rosari Carita (Perwakilan Pemuda Adat Papua)

Francisco Flavio Ferreira do Carmo (Dewan Nasional Masyarakat Ekstraktif Brasil)

Dr. Heike Henn (Kementerian Lingkungan Hidup Jerman)

Marie Nyange Ndambo (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Demokratik Kongo)

Mario Nicácio (Dewan Fiskal Dana Adat Podáali)

Acara ini juga dihadiri Chief Raoni, salah satu pemimpin adat paling berpengaruh di Amazon, dan dibuka oleh Carolina Pasquali, Direktur Eksekutif Greenpeace Brasil.

Target Percepatan Pengakuan Hutan Adat

Menurut Silverius, pemerintah menargetkan percepatan pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat dalam empat tahun ke depan. Target ini juga ditegaskan oleh Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, dalam Leader Summit di Belém pada 6 November 2025.

Sejak Maret 2025, Kementerian Kehutanan membentuk Task Force Percepatan Perizinan Hutan Adat, yang melibatkan NGO, akademisi, masyarakat adat, dan pemerintah.

Satuan tugas ini disusun secara inklusif, memperhatikan keseimbangan gender dan representasi dari seluruh wilayah Indonesia. Tujuan utama satuan tugas adalah memastikan percepatan pengakuan hutan adat dilakukan cepat, adil, dan transparan.

Penguatan Ekonomi Masyarakat Adat

Selain percepatan perizinan, Silverius menekankan pentingnya penguatan ekonomi Masyarakat Adat setelah pengakuan hutan. Pemerintah menyiapkan dua model pendanaan:

Hibah untuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat.

Pembiayaan perbankan berbunga rendah dengan periode tenggang panjang bagi komunitas yang telah siap secara kelembagaan.

Pendanaan ini diharapkan tidak hanya memberi akses modal, tetapi juga mendorong kemandirian ekonomi masyarakat adat melalui pemanfaatan sumber daya hutan yang berkelanjutan.

Selain itu, pemerintah memperkuat akses pasar untuk produk komunitas adat melalui implementasi MoU antara Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie. 

Langkah ini bertujuan memfasilitasi hilirisasi produk unggulan masyarakat adat, sehingga pengakuan hutan memberikan manfaat ekonomi nyata, bukan hanya formalitas.

Kolaborasi Global dan Dukungan Internasional

Indonesia juga mendukung inisiatif internasional Tropical Forests Financing Facility (TFFF) yang digagas Brasil. Program ini menjadi platform kolaborasi global bagi negara-negara pemilik hutan tropis. Silverius menegaskan:

“Indonesia siap berjalan seiring dengan Brasil. Hutan tropis adalah benteng iklim dunia, dan masyarakat adat adalah penjaganya. Kolaborasi global adalah kunci.”

Langkah ini memperlihatkan bahwa pengakuan hutan adat bukan hanya kebijakan domestik, tetapi juga bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim global.

Sinergi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Percepatan pengakuan hutan adat juga sejalan dengan tindak lanjut Putusan MK 181, yang menegaskan hak masyarakat adat atas hutan. Pemerintah berupaya menjadikan kebijakan ini sebagai landasan kuat pembangunan hutan berkelanjutan sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.

Diskusi panel menekankan perlunya dukungan lintas sektor, baik pemerintah, NGO, maupun lembaga internasional, agar pengakuan hak masyarakat adat dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat jangka panjang.

Transformasi Sosial dan Lingkungan

Silverius menekankan bahwa percepatan pengakuan hutan adat bukan sekadar pencapaian administratif, tetapi transformasi sosial-ekonomi bagi komunitas adat. Pendekatan ini memungkinkan masyarakat ikut menentukan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, sambil menjaga nilai budaya dan identitas lokal.

Pemerintah memandang tiga aspek utama dalam percepatan pengakuan hutan adat: legalisasi lahan, pendanaan inklusif, dan akses pasar. Dengan demikian, masyarakat adat dapat memperoleh manfaat ekonomi langsung sambil menjaga ekosistem hutan.

Indonesia Sebagai Penjaga Hutan Tropis

Dengan target 1,4 juta hektare hutan adat, Indonesia menegaskan posisi strategisnya sebagai penjaga hutan tropis dunia. Kolaborasi lintas negara, pendanaan yang tepat, dan pemberdayaan masyarakat adat menjadi kunci keberhasilan strategi ini.

Langkah ini diharapkan menjadi contoh praktik terbaik di tingkat global, menunjukkan bahwa pengakuan hak masyarakat adat dan pelestarian hutan bisa berjalan seiring.

Indonesia berharap dapat menginspirasi negara lain dalam mengelola hutan tropis secara berkelanjutan, sekaligus memperkuat posisi masyarakat adat sebagai aktor utama dalam konservasi.

Terkini