JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menetapkan batas bawah imbal jasa penjaminan (IJP) sebagai salah satu langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri penjaminan di Indonesia.
Langkah ini disambut positif oleh Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) yang menilai inisiatif regulator dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi, menekankan bahwa penetapan batas bawah IJP dapat menjadi alat efektif untuk mencegah perang tarif di industri penjaminan.
"Penetapan batas bawah IJP tersebut diperkirakan dapat membantu mencegah perang tarif yang tidak sehat dan meningkatkan kualitas layanan penjaminan," kata Agus.
Menurut Agus, fenomena perang tarif bisa terjadi meski tidak selalu terlihat di permukaan. Dalam praktiknya, persaingan tarif yang dibiarkan terjadi dapat menggerus kesehatan perusahaan penjaminan, menyebabkan penurunan pendapatan, serta meningkatkan risiko kerugian.
Oleh sebab itu, kebijakan batas bawah IJP dinilai mampu menjadi mekanisme proteksi terhadap risiko-risiko tersebut.
Dukungan Asippindo terhadap Rencana OJK
Asippindo menegaskan dukungannya terhadap rencana OJK ini. Agus menambahkan, hingga saat ini, formula penetapan batas bawah IJP memang belum dibahas secara rinci di asosiasi.
Meski demikian, ia yakin regulator akan mempertimbangkan berbagai faktor penting dalam menetapkan batas bawah, seperti biaya operasional, risiko, dan kebutuhan pasar.
"Asippindo mungkin meminta OJK untuk mempertimbangkan dan mengkaji secara serius terkait dampak kebijakan ini terhadap industri penjaminan dan memastikan bahwa kebijakan ini tidak menghambat pertumbuhan industri," jelas Agus.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong perusahaan penjaminan untuk fokus pada peningkatan kualitas layanan dan efisiensi operasional, daripada terjebak dalam persaingan harga yang merugikan.
Dengan begitu, industri penjaminan bisa berkembang secara berkelanjutan, sambil tetap melindungi kepentingan nasabah dan mitra usaha.
Tantangan dan Perluasan Penggunaan Jasa Aktuaria
Sejalan dengan upaya penetapan batas bawah IJP, OJK juga menyoroti pentingnya penggunaan jasa aktuaria dalam menetapkan harga IJP.
Kepala Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa pada POJK 11 Tahun 2025, perusahaan penjaminan tidak diwajibkan menggunakan jasa aktuaria. Namun, jasa ini dianggap krusial untuk memastikan harga IJP ditetapkan secara akurat dan adil.
Berdasarkan catatan OJK, sebagian besar Jamkrida belum menggunakan jasa aktuaria karena pertimbangan biaya dan skala bisnis, sementara perusahaan dengan kapasitas besar sudah menerapkannya.
Dengan rencana batas bawah IJP, diharapkan perusahaan penjaminan lebih terdorong memanfaatkan jasa aktuaria sebagai bagian dari praktik tata kelola risiko yang baik.
"Ke depannya, OJK bersama asosiasi akan menetapkan batas bawah IJP guna menjaga iklim usaha yang sehat dan kompetitif," jelas Ogi.
Batas Bawah IJP: Strategi Cegah Perang Tarif
Agus menekankan, salah satu tujuan utama penetapan batas bawah IJP adalah untuk mencegah praktik perang tarif yang dapat merugikan industri.
Persaingan harga yang terlalu agresif dapat menyebabkan perusahaan menurunkan kualitas layanan demi mengejar volume, sehingga dampaknya tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada nasabah dan pasar secara keseluruhan.
"Ini karena dapat menyebabkan penurunan pendapatan dan meningkatkan risiko kerugian. Penetapan batas bawah IJP mungkin juga untuk mencegah fenomena ini," ujar Agus.
Dengan adanya batas bawah IJP, perusahaan penjaminan dapat memiliki acuan minimum dalam menentukan tarif layanan mereka.
Hal ini diharapkan menstabilkan pendapatan perusahaan dan meminimalkan risiko bisnis, sambil tetap mendorong persaingan sehat berdasarkan kualitas layanan, inovasi produk, dan efisiensi operasional.
Keseimbangan antara Pertumbuhan dan Stabilitas
Bagi Asippindo, kebijakan OJK merupakan upaya untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan industri penjaminan dan stabilitas pasar.
Agus menilai bahwa pertumbuhan industri harus dibarengi dengan tata kelola risiko yang baik, sehingga tidak hanya mengejar ekspansi, tetapi juga menjaga kesehatan finansial dan reputasi perusahaan.
Lebih lanjut, Agus menekankan bahwa penetapan batas bawah IJP merupakan langkah preventif yang diharapkan bisa mengurangi risiko persaingan tidak sehat dan sekaligus mendorong perusahaan meninjau ulang model bisnis mereka. Dengan begitu, industri penjaminan dapat tetap kompetitif namun lebih berkelanjutan.
Langkah Berikutnya
OJK dan Asippindo akan melanjutkan koordinasi dalam merumuskan formula yang tepat untuk batas bawah IJP. Faktor-faktor seperti biaya operasional, risiko bisnis, dan kebutuhan pasar akan menjadi pertimbangan utama. Selain itu, peran jasa aktuaria juga diharapkan semakin signifikan untuk mendukung penentuan harga yang adil dan sesuai risiko.
Secara keseluruhan, penetapan batas bawah IJP dipandang sebagai langkah penting untuk memperkuat fondasi industri penjaminan di Indonesia.
Dengan adanya regulasi ini, perusahaan diharapkan lebih fokus pada peningkatan kualitas layanan dan manajemen risiko, sekaligus mencegah praktik perang tarif yang dapat merusak ekosistem industri.