JAKARTA - Hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi salah satu tantangan kesehatan utama di Indonesia.
Banyak orang tidak menyadari mereka mengalami hipertensi karena kondisi ini sering tidak menimbulkan gejala. Padahal, jika tidak dikontrol, hipertensi bisa menyebabkan komplikasi serius seperti stroke, serangan jantung, hingga gagal ginjal.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 1,4 miliar orang dengan hipertensi berusia 30–79 tahun di seluruh dunia, hanya sebagian kecil yang berhasil mengendalikan tekanan darah mereka.
Di Indonesia, prevalensi hipertensi mencapai 30,8% pada penduduk berusia 18 tahun ke atas, artinya hampir 1 dari 3 orang dewasa menghadapi tekanan darah tinggi. Namun, hanya 8,6% pasien yang terdiagnosis oleh dokter, dan kurang dari separuh dari jumlah tersebut rutin mengonsumsi obat anti hipertensi (46,7%).
Bahkan, dari pasien yang rutin minum obat, hanya 18,9% yang berhasil mencapai tekanan darah terkontrol. Data ini menunjukkan bahwa pengelolaan hipertensi di Indonesia masih jauh dari optimal.
Hipertensi: The Silent Killer
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi, Tunggul D. Situmorang, menegaskan bahaya hipertensi yang sering terabaikan.
“Hipertensi dijuluki ‘the silent killer’ bukan tanpa alasan. Kondisi ini sering tidak bergejala, tetapi diam-diam dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah. Bahkan, sebagian besar pasien baru menyadari mereka mengidap hipertensi setelah mengalami komplikasi serius, seperti stroke, kerusakan ginjal, dan serangan jantung,” ujarnya.
Rendahnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan minimnya pemantauan mandiri membuat proporsi pasien hipertensi yang belum terkendali di Indonesia mencapai 81,1%. Kondisi ini memperlihatkan betapa pentingnya kesadaran pasien dalam memantau tekanan darah sendiri dan rutin menjalani terapi.
Morning Surge: Waktu Paling Berisiko
Tekanan darah manusia mengikuti ritme sirkadian tubuh. Salah satu fase yang paling kritis disebut morning surge, yaitu lonjakan tekanan darah tajam antara pukul 06.00–10.00 pagi. Tunggul menjelaskan, momen ini dapat memicu stroke atau serangan jantung, terutama pada pasien hipertensi derajat 2 dan 3.
Oleh karena itu, pasien disarankan untuk melakukan pemantauan tekanan darah secara rutin, baik di pagi maupun malam hari. Kepatuhan pengobatan sepanjang 24 jam sangat penting agar tekanan darah tetap stabil dan risiko komplikasi berkurang.
Definisi dan Standar Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi terjadi ketika tekanan darah arteri secara konsisten berada di atas 130/85 mmHg dalam jangka panjang. Untuk mencapai kontrol tekanan darah yang optimal, pengelolaan hipertensi harus menggabungkan dua pendekatan: gaya hidup sehat dan penggunaan obat sesuai anjuran dokter.
Pasien yang memahami kondisi ini dapat mencegah komplikasi serius dengan melakukan perubahan gaya hidup dan memantau kesehatan mereka sendiri.
Gaya Hidup Sehat untuk Mengendalikan Hipertensi
Gaya hidup sehat menjadi salah satu pilar utama pengelolaan hipertensi. Beberapa langkah yang dapat diterapkan antara lain:
Pola makan seimbang: Memperbanyak konsumsi sayur, buah, dan protein, sambil membatasi asupan garam. Diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah hingga beberapa poin.
Aktivitas fisik rutin: Minimal 30 menit setiap hari selama 3–5 hari seminggu. Contoh olahraga ringan yang efektif termasuk jalan kaki, berenang, bersepeda, dan senam ringan.
Hindari rokok dan alkohol: Kedua faktor ini merupakan risiko utama penyakit kardiovaskular dan memperburuk hipertensi jika tidak dikendalikan.
Manajemen stres: Teknik relaksasi seperti yoga, meditasi, atau pernapasan dalam dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Dengan menjalankan pola hidup sehat, pasien dapat membantu menurunkan tekanan darah secara alami dan mendukung efektivitas obat anti hipertensi.
Kepatuhan Obat: Kunci Kontrol Tekanan Darah
Tunggul menekankan pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan hipertensi. “Pengelolaan hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter. Pemantauan mandiri, kepatuhan mengonsumsi obat, dan pencatatan tekanan darah harian menjadi dasar bagi dokter untuk mengevaluasi terapi,” katanya.
Dokter hanya bisa menyesuaikan terapi jika data yang diberikan pasien lengkap, termasuk catatan tekanan darah, kepatuhan obat, dan keluhan harian. Semakin lengkap data, semakin tepat keputusan klinis yang diambil, apakah pasien membutuhkan intensifikasi terapi, pergantian obat, atau perubahan gaya hidup.
Obat anti hipertensi harus memenuhi kriteria ilmiah, terjangkau, mudah diakses, dapat ditoleransi pasien, dan terbukti efektif pada populasi yang dituju.
Dampak Pengendalian Tekanan Darah terhadap Risiko Kardiovaskular
Penelitian klinis menunjukkan bahwa penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko:
Stroke hingga 27%
Kejadian kardiovaskular mayor hingga 20%
Gagal jantung hingga 28%
Hal ini menegaskan bahwa kepatuhan terhadap obat dan pemantauan tekanan darah secara rutin dapat berdampak besar pada pencegahan komplikasi serius.
Pengelolaan Hipertensi Memerlukan Pendekatan Komprehensif
Hipertensi bukan sekadar angka tekanan darah tinggi, tetapi kondisi yang membutuhkan perhatian serius. Pengelolaan hipertensi efektif menggabungkan:
Pemantauan mandiri
Kepatuhan pengobatan
Gaya hidup sehat
Komunikasi aktif dengan tenaga medis
Kesadaran akan hipertensi sebagai silent killer dapat memotivasi pasien untuk lebih disiplin, menjaga tekanan darah tetap optimal, dan mengurangi risiko komplikasi serius. Dengan pendekatan komprehensif ini, pasien dapat meningkatkan kualitas hidup dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih aman.