JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyiapkan reformasi besar-besaran dalam mekanisme rujukan BPJS Kesehatan.
Sistem baru ini dijadwalkan berlaku penuh pada awal tahun 2026. Langkah ini bertujuan meningkatkan efisiensi pelayanan dan memastikan pasien mendapat perawatan yang tepat sesuai kondisi medis.
Muncul pertanyaan di masyarakat: apakah perubahan ini akan berdampak pada iuran BPJS Kesehatan? Kekhawatiran tersebut cukup wajar mengingat adanya reformasi besar dalam sistem yang selama ini dikenal berjenjang.
Penegasan Iuran Tetap Aman
Menanggapi kekhawatiran peserta, Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Ahmad Irsan Moeis, menegaskan bahwa reformasi sistem rujukan tidak akan menambah beban iuran.
“Jadi, tarif itu adalah bayaran BPJS ke rumah sakit, bukan iuran yang dibayar masyarakat,” tegas Irsan.
Irsan menambahkan, perubahan ini hanya akan mempengaruhi pola pembayaran dari BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan, bukan jumlah iuran yang dibayarkan peserta JKN.
Meski pengeluaran klaim ke rumah sakit diproyeksikan meningkat antara 0,64 hingga 1,69 persen, kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) tetap aman. Oleh karena itu, peserta tidak perlu khawatir iurannya naik.
Dari Sistem Berjenjang ke Berbasis Kompetensi
Selama ini, peserta BPJS Kesehatan terikat sistem rujukan berjenjang dari fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama ke rumah sakit kelas D, C, B, hingga A. Mekanisme ini kerap dianggap panjang dan memakan waktu.
Dalam sistem baru, pemerintah menghapus mekanisme berjenjang berbasis kelas. Rujukan diganti dengan sistem berbasis kompetensi. Dengan demikian, pasien akan langsung diarahkan ke rumah sakit yang memiliki kemampuan menangani kondisi medisnya, tanpa harus melewati tahapan kelas RS tertentu.
Sistem Berbasis Kebutuhan Medis
Pasien tidak lagi dibatasi oleh kelas rumah sakit. Sistem baru memastikan pasien langsung ditangani oleh tenaga medis atau fasilitas yang kompeten sesuai kondisi medisnya.
Integrasi teknologi menjadi kunci dalam sistem ini. Platform SatuSehat Rujukan akan terhubung dengan data ketersediaan tempat tidur rumah sakit (SIRANAP) dan sistem geotagging. Dokter perujuk memasukkan diagnosa ke sistem, dan secara otomatis sistem menempatkan pasien ke rumah sakit terdekat yang kompeten.
Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes, dr. Obrin Parulian, menjelaskan: “Singkatnya begini, peserta JKN ini kondisi medisnya apa… itu kita fasilitasi lewat sistem Satu Sehat rujukan. Nanti dia akan dirujuk ke Faskes yang kompeten sesuai kondisi klinisnya,”.
Manfaat Sistem Rujukan Baru
Perubahan ini dirancang untuk mengatasi beberapa kendala utama dari sistem rujukan berjenjang:
Mempercepat Akses – Pasien dapat langsung mendapat penanganan spesialis, mengurangi waktu tunggu.
Mencegah Perburukan Kondisi – Penanganan lebih cepat berarti risiko kondisi medis memburuk dapat diminimalisir.
Efisiensi Rujukan – Antrean rujukan yang tidak perlu dapat dikurangi sehingga sistem lebih optimal.
Sistem berbasis kompetensi juga diharapkan meningkatkan kepuasan pasien dan efektivitas pelayanan rumah sakit.
Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)
Sejalan dengan sistem rujukan baru, pemerintah terus mendorong implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, dr. Ockti Palupi Rahayuningtyas, melaporkan bahwa dari sekitar 3.100 rumah sakit di Indonesia, hanya 5,5 persen yang belum memenuhi standar KRIS (status merah atau oranye).
Tantangan yang masih dihadapi meliputi ketersediaan nurse call, outlet oksigen, tirai nonpori, dan standar kamar mandi. Pemerintah terus melakukan uji coba dan persiapan sejak Oktober 2025 agar KRIS dapat diterapkan bersamaan dengan sistem rujukan berbasis kompetensi.
Optimisme Kemenkes
Kemenkes optimistis, sistem baru ini akan meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN mulai 2026. Dengan integrasi teknologi dan fokus pada kompetensi medis, pasien akan lebih cepat mendapat layanan yang tepat.
Ahmad Irsan menambahkan bahwa reformasi ini tidak hanya efisien tetapi juga aman secara finansial, memastikan iuran peserta tetap stabil. Peserta BPJS Kesehatan dapat menempuh perjalanan pengobatan tanpa khawatir kenaikan biaya.
Transformasi sistem rujukan BPJS Kesehatan menjadi berbasis kompetensi dipersiapkan untuk mengatasi kelemahan sistem berjenjang lama, meningkatkan efisiensi pelayanan, dan memastikan pasien mendapat penanganan yang tepat.
Pemerintah menegaskan bahwa reformasi ini tidak memengaruhi iuran peserta, sementara integrasi teknologi dan implementasi KRIS akan mendukung kualitas pelayanan yang lebih baik. Bagi peserta JKN, reformasi ini berarti akses medis yang lebih cepat, aman, dan efisien, tanpa menambah beban biaya.
Dengan demikian, perubahan sistem rujukan BPJS Kesehatan 2026 membawa harapan baru bagi masyarakat Indonesia dalam mendapatkan layanan kesehatan yang lebih cepat, tepat, dan terpercaya.