Bandung Peringkat 12 Kota Termacet di Dunia: Ketidaktersediaan Alternatif Transportasi Jadi Sorotan

Bandung Peringkat 12 Kota Termacet di Dunia: Ketidaktersediaan Alternatif Transportasi Jadi Sorotan
Bandung Peringkat 12 Kota Termacet di Dunia: Ketidaktersediaan Alternatif Transportasi Jadi Sorotan

BANDUNG - Kota Bandung kembali menjadi sorotan setelah laporan terbaru dari TomTom Traffic menunjukkan bahwa kota ini berada di peringkat ke-12 dalam daftar kota termacet di dunia. Hal ini menambah keprihatinan setelah sebelumnya, pada survei yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) pada September 2019, Bandung sudah menempati posisi ke-14 dari 278 kota di Asia sebagai kota termacet. Dalam laporan tersebut, Bandung berhasil mengungguli kota-kota besar Indonesia lainnya seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya.

Menurut pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono, kemacetan di Bandung bukanlah indikasi absolut dari kendaraan yang benar-benar terhenti. “Semacet-macetnya Bandung, itu roda (kendaraan) masih berputar, tapi kalau di Jakarta yang namanya macet itu benar-benar kekunci (stuck),” ungkap Sony dalam wawancaranya pada Kamis, 16 Januari 2025.

Sony menekankan bahwa akar masalah dari kemacetan ini bukanlah sekadar padatnya lalu lintas, melainkan kurangnya alternatif transportasi yang tersedia untuk warga Bandung. "Jawabannya sama, karena warga Bandung tidak punya alternatif dibandingkan dengan warga Jakarta. Artinya, kemacetan yang terjadi di Kota Bandung itu adalah suatu kondisi, di mana warga sudah tidak punya pilihan," tuturnya.

Sony menambahkan bahwa kemacetan merupakan fenomena umum yang terjadi hampir di seluruh kota besar di dunia. Baik di Eropa, Jepang, Korea, maupun Singapura, kemacetan tetap ada meski dengan sistem transportasi umum yang sudah sangat maju. "Di sana, warga punya alternatif kalau macet, bisa bertransportasi menggunakan angkutan umum kereta api, khususnya. Kalau jarak dekat, seperti di Jepang dan Belanda, naik sepeda saja atau mungkin jalan kaki," jelasnya.

Berbeda dengan Jakarta, meski juga terkenal macet, Sony menjelaskan bahwa masyarakat ibukota memiliki lebih banyak pilihan transportasi. "Bagi orang Jakarta yang ngotot menggunakan angkutan pribadi, ya silakan terimalah kemacetan itu. Tetapi kalau Anda tidak ingin terjebak kemacetan dan ingin pergi menggunakan angkutan umum, silakan ada angkutan umumnya," katanya. Saat ini Jakarta mengklaim bahwa hampir 95 persen kawasannya sudah terlayani oleh berbagai moda transportasi umum seperti angkot, bus, LRT, dan MRT.

Berbeda dengan Jakarta, kemacetan di Bandung lebih pada kondisi keterpaksaan. “Kemacetan di Kota Bandung itu adalah satu kondisi keterpaksaan, bukan pilihan. Kita enggak bisa pergi kemana-mana lagi dan pilihan kita yang ada itu kalau enggak pakai motor, naik mobil," ujar Sony. Hambatan bagi pejalan kaki, serta angkutan umum yang tidak terintegrasi dan tidak memiliki jadwal yang jelas, memperburuk situasi ini. "Banyak daerah di Bandung yang bolong, enggak ada layanan angkutan umumnya. Ya sudah larinya kembali ke motor, naik mobil," tambahnya.

Pemerintah kota dinilai perlu segera mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini. Salah satu solusinya adalah meningkatkan integrasi dan layanan angkutan umum. Bandung sebenarnya sudah memiliki beberapa alternatif transportasi seperti angkot, DAMRI, Trans Metro Bandung, Trans Metro Pasundan, dan Trans Jabar. “Tapi pertanyaan berikutnya adalah, kenapa warga tidak mau pakai. Pertama adalah memang pelayanannya itu nanggung," ungkap Sony. Dia menambahkan bahwa rute-rute yang ada tidak meng-cover seluruh wilayah Bandung, hanya terkonsentrasi di kawasan pusat dan selatan, sementara kawasan timur hampir tidak terlayani.

Selain itu, ketidakserasian antara angkot, DAMRI, dan TMP juga menjadi penghalang. “Semuanya jalan sendiri-sendiri dan itu menyulitkan buat masyarakat. Ketiga, juga fasilitasnya, hal itu tidak ada, sistem pembayarannya tidak jelas. Kalau angkot kadang-kadang tidak sampai ke terminal, itu yang membuat kita tidak nyaman," lanjutnya.

Dengan menghadapi tantangan-tantangan ini, diperlukan usaha kolektif antara masyarakat dan pemerintah untuk mendorong penggunaan dan pengembangan infrastruktur transportasi yang lebih baik. Hanya dengan demikian, masalah kemacetan di Kota Bandung dapat sedikit demi sedikit terurai.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Bank Syariah Indonesia (BSI) Siapkan Langkah Jitu Menjadi Bullion Bank

Bank Syariah Indonesia (BSI) Siapkan Langkah Jitu Menjadi Bullion Bank

BYD Pasok 50.000 Mobil NEV untuk Dukung Transportasi Daring Grab di Asia Tenggara

BYD Pasok 50.000 Mobil NEV untuk Dukung Transportasi Daring Grab di Asia Tenggara

Presiden Mesir Mendesak Bantuan Kemanusiaan Melalui Penyeberangan Rafah untuk Gaza

Presiden Mesir Mendesak Bantuan Kemanusiaan Melalui Penyeberangan Rafah untuk Gaza

PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Raih Penghargaan

PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Raih Penghargaan "The Most Innovative Digital Transaction"

Pergerakan Saham BNI Berpotensi Positif Setelah Penurunan Suku Bunga BI

Pergerakan Saham BNI Berpotensi Positif Setelah Penurunan Suku Bunga BI