JAKARTA - Akses telekomunikasi di tiga provinsi di Sumatera mengalami gangguan parah setelah banjir bandang dan tanah longsor merusak ribuan menara pemancar.
Lebih dari 2.400 Base Transceiver Station (BTS) terdampak sejak 28 November 2025, membuat sebagian wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terputus dari layanan telepon maupun internet.
Kondisi ini memicu pemerintah untuk segera mengambil langkah darurat agar komunikasi masyarakat kembali normal, terutama untuk kebutuhan informasi resmi dan layanan darurat.
Rapat Koordinasi Darurat Pemerintah dan Operator
Guna mempercepat pemulihan jaringan, pemerintah menggelar rapat koordinasi khusus di Balai Monitoring (Balmon) Medan.
Rapat dipimpin Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, didampingi Dirjen Infrastruktur Digital Wayan Toni Supriyanto dan Direktur Utama Bakti Komdigi Fadhilah Mathar.
Pimpinan operator telekomunikasi hadir lengkap, antara lain:
Telkom – Dian Siswarini (Dirut)
Telkomsel – Nugroho (Dirut)
Indosat Ooredoo Hutchison – Desmond Cheung (CTO)
XL-Smart – Merza Fachys (Director & Chief Regulatory Officer)
Starlink Indonesia – Tommy Des Mulianta (Market Access Manager)
Rapat ini menjadi forum konsolidasi untuk merumuskan langkah darurat, mulai dari penanganan kerusakan fisik BTS hingga pemulihan pasokan listrik yang terdampak banjir.
Fokus Pemulihan Akses Telekomunikasi
“Sejak awal fokus kami satu: mempercepat pemulihan akses telekomunikasi di seluruh wilayah terdampak, agar masyarakat dapat menghubungi keluarganya, menerima informasi resmi, dan mengakses layanan darurat,” ujar Meutya Hafid, Selasa, 2 Desember 2025.
Data Kominfo dan Komdigi menunjukkan kerusakan BTS awalnya berjumlah 1.310 titik pada 25 November, kemudian meningkat menjadi lebih dari 2.400 titik pada 28 November akibat gangguan listrik lanjutan. Dari jumlah tersebut, 707 BTS telah berhasil dihidupkan kembali berkat kerja sama pemerintah dan operator.
Namun, gangguan listrik dan akses jalan yang sulit masih menjadi kendala signifikan dalam proses pemulihan. Meutya menegaskan bahwa koordinasi lintas pihak menjadi kunci agar proses pemulihan berjalan cepat dan efektif.
Tantangan Lapangan dan Strategi Pemulihan
Beberapa tantangan utama yang dihadapi tim pemulihan antara lain:
Kerusakan fisik menara BTS akibat longsor dan banjir.
Gangguan pasokan listrik yang membuat sebagian BTS tetap offline.
Akses transportasi terbatas di wilayah terdampak sehingga distribusi peralatan perbaikan lambat.
Pemerintah dan operator pun menyusun strategi pemulihan secara bertahap. Prioritas pertama adalah wilayah padat penduduk dan pusat layanan darurat, kemudian area pedesaan dan wilayah terpencil.
Selain itu, operator menyiapkan peralatan mobile BTS untuk sementara di beberapa titik kritis agar masyarakat tetap bisa mengakses layanan komunikasi.
Peran Bakti Komdigi dan Kementerian
Direktur Utama Bakti Komdigi, Fadhilah Mathar, menyatakan bahwa peran pemerintah melalui Bakti Komdigi penting untuk mendukung operator telekomunikasi. Dengan koordinasi intensif, alokasi peralatan cadangan dan tenaga teknis dapat lebih cepat disalurkan ke lokasi terdampak.
“Kami terus memantau situasi di lapangan, memastikan setiap BTS yang terdampak dapat segera diperbaiki, serta berkoordinasi dengan operator agar percepatan ini maksimal,” ungkap Fadhilah.
Sementara itu, Dirjen Infrastruktur Digital, Wayan Toni Supriyanto, menambahkan bahwa pemerintah juga menyiapkan jaringan alternatif untuk area kritis. Hal ini termasuk penggunaan satelit dan mobile BTS agar komunikasi darurat tetap berjalan, terutama untuk rumah sakit, posko bencana, dan fasilitas publik penting lainnya.
Dampak Gangguan Telekomunikasi
Gangguan layanan komunikasi telah menimbulkan dampak signifikan bagi masyarakat terdampak bencana. Banyak warga yang kesulitan menghubungi keluarga, menerima informasi resmi dari pemerintah, maupun mengakses layanan kesehatan dan logistik darurat.
Selain itu, bisnis lokal dan layanan publik juga terdampak karena konektivitas internet yang putus, sehingga koordinasi bantuan logistik dan distribusi pasokan menjadi terhambat. Pemerintah menekankan bahwa pemulihan akses telekomunikasi adalah prioritas utama dalam penanganan bencana.
Kerja Sama Pemerintah dan Operator
Menkomdigi Meutya Hafid menegaskan bahwa percepatan pemulihan jaringan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. “Per hari ini masih ada sejumlah tantangan; insya Allah dengan kerja bersama kita bisa melakukan percepatan-percepatan,” ujar Meutya.
Rapat koordinasi di Medan menjadi momentum konsolidasi untuk memastikan semua pihak bergerak selaras. Operator menyediakan sumber daya teknis dan logistik, sementara pemerintah memfasilitasi koordinasi, akses transportasi, dan sumber listrik darurat.
Kolaborasi ini menjadi kunci agar BTS yang terdampak bisa segera aktif kembali, dan masyarakat dapat kembali menerima layanan telepon maupun internet tanpa gangguan berarti.
Harapan Pemulihan Cepat
Dengan langkah-langkah darurat yang telah disiapkan, pemerintah dan operator menargetkan percepatan pemulihan jaringan dalam beberapa hari ke depan. Prioritas pertama tetap diberikan pada wilayah yang paling parah terdampak, agar masyarakat dapat kembali terhubung dengan keluarga dan layanan darurat.
Selain itu, pengalaman ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan operator dalam menghadapi bencana di masa mendatang. Peningkatan infrastruktur telekomunikasi tahan bencana dan strategi mitigasi risiko akan menjadi perhatian penting untuk menjaga layanan tetap berkelanjutan.
Lebih dari 2.400 BTS di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terdampak banjir dan longsor sejak 28 November 2025, memutus layanan telekomunikasi di wilayah terdampak.
Pemerintah dan operator bergerak cepat melalui rapat koordinasi darurat di Medan, memprioritaskan perbaikan menara, pemulihan pasokan listrik, serta penggunaan mobile BTS di lokasi kritis.
Dengan kerja sama lintas pihak, diharapkan akses telekomunikasi dapat dipulihkan secepat mungkin. Prioritas utama adalah memastikan warga terdampak dapat mengakses komunikasi darurat, informasi resmi, dan layanan publik, sekaligus mempersiapkan mitigasi risiko untuk bencana mendatang.