JAKARTA - Kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional kembali mendapat sorotan setelah Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard menegaskan bahwa beban pendanaan pembangunan meningkat signifikan.
Kondisi tersebut terjadi ketika ruang fiskal pemerintah pusat dan daerah semakin terbatas, sehingga diperlukan strategi pembiayaan yang jauh lebih adaptif dan inovatif dibanding sebelumnya.
Dalam agenda Special Mission Vehicle (SMV) Business Forum 2025 bertajuk Unlocking Regional Potential: SMVs as Catalysts for Inclusive and Sustainable Growth, Febrian menyampaikan bahwa pola pembiayaan konvensional tidak lagi cukup untuk menopang berbagai agenda pembangunan nasional. Menurutnya, Indonesia membutuhkan arsitektur pembiayaan yang kreatif, integratif, serta memiliki kolaborasi yang kuat.
"Untuk itu, Indonesia memerlukan arsitektur pembiayaan yang lebih kreatif, integratif, dan kolaboratif," ujarnya dalam forum yang berlangsung di Jakarta, Selasa. Keterangan resmi tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendorong pola pembiayaan pembangunan yang mampu menjawab tantangan fiskal masa depan.
Peran Strategis Forum SMV dalam Menyatukan Pemangku Kepentingan
Forum SMV Business Forum 2025 menjadi ruang strategis yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Special Mission Vehicle (SMV), BUMN, sektor swasta, hingga mitra pembangunan. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyinergikan perencanaan, penyiapan proyek, dan eksekusi pembiayaan pada tingkat regional agar lebih efisien dan terarah.
Melalui forum ini, pemerintah mendorong SMV untuk mengambil peran penting sebagai penghubung antara kebutuhan pembangunan daerah dan beragam sumber pendanaan. Hal tersebut menjadi krusial karena pembangunan daerah tidak hanya membutuhkan proyek, tetapi juga akses pembiayaan, penguatan kapasitas fiskal, serta kemampuan aparatur dalam menjalankan eksekusi pembangunan.
Febrian menegaskan bahwa keberhasilan SMV sangat bergantung pada keselarasan intervensi pembiayaan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, termasuk potensi unggulan setiap wilayah. Dengan sinergi yang baik, setiap rupiah yang dikeluarkan diharapkan menghasilkan dampak nyata bagi masyarakat.
Kesenjangan Wilayah Masih Menjadi Tantangan Besar
Dalam pemaparannya, Febrian juga menyoroti masih adanya kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kesenjangan tersebut tercermin dalam sejumlah indikator utama seperti tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, rasio gini, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Selain ketimpangan tersebut, kemandirian fiskal daerah masih menjadi persoalan serius. Banyak daerah yang masih terbebani belanja rutin sehingga memiliki ruang terbatas untuk membiayai program pembangunan. Sementara itu, berbagai instrumen pembiayaan yang tersedia sering kali belum dimanfaatkan secara optimal.
Di tengah situasi tersebut, pendampingan SMV dalam proses penyiapan proyek menjadi penting agar pembangunan di daerah dapat berjalan tepat sasaran dan tepat waktu. SMV juga diharapkan dapat membantu daerah memaksimalkan potensi pembiayaan yang telah disediakan, sekaligus mendukung efisiensi dan keterpaduan perencanaan pembangunan.
Integrasi Pembiayaan Nasional dan Daerah sebagai Kunci Transformasi
Menurut Febrian, integrasi antara SMV, pembiayaan nasional, dan pembiayaan daerah merupakan fondasi untuk memastikan daerah tidak hanya memiliki proyek, tetapi juga kemampuan untuk mengeksekusinya. "Integrasi SMV dalam pembiayaan nasional dan daerah merupakan kunci agar daerah tidak hanya memiliki proyek, tetapi juga memiliki akses pembiayaan, kapasitas fiskal, serta kapasitas aparatur untuk mengeksekusi," ujarnya.
Dalam konteks RPJMN 2025–2029, pemerintah menetapkan strategi transformasi wilayah berbasis potensi pulau sebagai langkah penting untuk mendorong pertumbuhan inklusif. Transformasi ini menuntut sinergi antara pendanaan, inovasi pembiayaan, dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah agar percepatan pembangunan benar-benar tercapai.
Di sisi lain, pemerintah juga mendorong terobosan pembiayaan non-tradisional yang melibatkan sektor swasta dan mitra pembangunan. Pendekatan ini diharapkan dapat memperluas sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pada anggaran pemerintah.
Kolaborasi dan Inovasi Menjadi Fondasi Menuju Indonesia Emas
Wamen PPN menegaskan bahwa tantangan pembiayaan pembangunan memang besar, tetapi peluang untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia jauh lebih besar. Pemerintah percaya bahwa melalui kolaborasi lintas sektor, inovasi pembiayaan, serta penguatan daerah, visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapai.
"Tantangan kita besar, tapi peluang kita jauh lebih besar. Dengan kolaborasi yang kuat, keberanian berinovasi, dan komitmen untuk memperkuat daerah, saya sangat yakin pembangunan kita akan semakin inklusif, berkeadilan, dan benar-benar dirasakan masyarakat," ujar Febrian menutup pernyataannya.