JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah mendorong pengembangan industri semikonduktor di dalam negeri, seiring tren meningkatnya adopsi kendaraan listrik (EV).
Proyek strategis ini menarik investasi global senilai US$26,73 miliar atau setara Rp443 triliun, yang berasal dari perusahaan berbasis di Amerika Serikat dan Jerman.
Konsorsium internasional tersebut bergerak melalui PT Quantum Luminous Indonesia, PT Terra Mineral Nusantara, dan Tynergy Group, yang terdiri atas PT Energy Tech Indonesia dan PT Essence Global Indonesia.
Investasi ini difokuskan pada pembangunan fasilitas industri semikonduktor, hilirisasi pasir silika, dan produksi kaca di Proyek Strategis Nasional (PSN) Wiraraja Green Renewable Energy and Smart-Eco Industrial Park, Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Presiden Direktur PT Quantum Luminous Indonesia, Walter William Grieves, menegaskan komitmennya, “Pembangunan ini akan kami bangun bersama mitra lokal kami yaitu dengan Kawasan Industri Wiraraja Group di Pulau Galang dan kami berencana untuk memulai pada awal tahun 2026 setelah mendapat persetujuan dari BP Batam,” ujarnya.
Tynergy Group dan PT Quantum Luminous Indonesia menyatakan akan bergerak cepat setelah seluruh perizinan teknis dan administratif rampung, agar pembangunan fasilitas strategis bisa segera dimulai.
Percepatan Izin dan Dukungan Infrastruktur
Dalam rangka memastikan kelancaran proyek, konsorsium telah menyampaikan surat percepatan investasi kepada Menteri Investasi dan Hilirisasi. Selain itu, penandatanganan komitmen investasi dilakukan di acara Anugerah Investasi oleh BP Batam, yang disaksikan oleh Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra.
“Dan kami mengajak BP Batam beserta jajarannya untuk ikut melihat langsung fasilitas yang kami bangun di Amerika Serikat dan Jerman, untuk melakukan ekspansi di Pulau Galang,” kata Grieves.
Proyek ini ditargetkan dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada 2029. Perusahaan juga melakukan koordinasi dengan BP Batam terkait kesiapan lahan, utilitas, dan dukungan infrastruktur untuk mendukung kebutuhan cip dan elektronik di pasar global.
Selain itu, konsorsium berencana membangun pabrik manufaktur solar cell, wafer, dan hilirisasi pasir silika, sehingga percepatan perizinan menjadi krusial. “Mengingat rencana pembangunan ini berada dalam status PSN, perusahaan menilai percepatan izin sangat penting,” jelas Grieves.
Peran Pemerintah dan BKPM
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan P. Roeslani, memastikan perizinan yang berada di kementerian/lembaga pusat tidak akan sulit didapat karena sudah selaras dengan PP No. 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
“Saya yakin sih semua perizinan di kita enggak ada yang lama maupun enggak ada yang susah, apalagi tadi saya sudah sampaikan dengan adanya PP 28 itu terintegrasi secara automatic,” katanya.
PP ini memungkinkan perizinan usaha diterbitkan secara otomatis melalui sistem Online Single Submission (OSS) dan menggunakan mekanisme fiktif positif, sehingga izin usaha bisa langsung diterbitkan meskipun molor di kementerian atau lembaga lain.
Namun, terkait investasi PT Quantum Luminous Indonesia, PT Terra Mineral Nusantara, dan Tynergy Group, perizinan tetap berada di bawah otoritas BP Batam, karena wilayah tersebut termasuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Di Batam itu kan izinnya berdiri sendiri di Batam karena Batam Kawasan Ekonomi Khusus jadi di Batam itu perizinannya, jadi mereka harus mengurusnya di Batam,” jelas Rosan.
Potensi Semikonduktor di Indonesia
Investasi konsorsium sejalan dengan strategi pemerintah mendorong pengembangan industri semikonduktor dan hilirisasi pasir kuarsa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menilai ekosistem kendaraan listrik membuka peluang besar bagi industri semikonduktor.
“Terkait dengan pengembangan EV, ini membuka arah baru menuju pengembangan industri semikonduktor,” ujarnya.
Indonesia juga menjalin kolaborasi internasional untuk pengembangan talenta dan riset cip nasional, antara lain dengan West Arizona University dan Purdue University bekerja sama dengan Universitas Indonesia.
Selain itu, hilirisasi pasir silika yang menjadi bahan baku pembuatan silicon feedstock hingga wafer diharapkan mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat rantai pasok industri cip.
Tantangan Pengembangan Semikonduktor
Meski memiliki potensi besar, industri semikonduktor Indonesia menghadapi kendala SDM, teknologi, dan infrastruktur. Indonesia memiliki cadangan pasir kuarsa 330 juta ton yang tersebar di 23 provinsi, tetapi tenaga ahli di bidang semikonduktor masih terbatas.
Guru Besar FEB UI, Telisa Aulia Falianty, menekankan, “Pengembangan industri cip tidak hanya terkendala kebutuhan investasi besar. Kendala utamanya justru keandalan SDM atau tenaga ahli terampil yang masih minim untuk sektor tersebut.”
Menurut Telisa, pengembangan industri cip harus segera dilakukan untuk jangka panjang. Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang sudah mampu memproduksi semikonduktor secara mandiri.
Harapan dan Dampak Ekonomi
Konsorsium internasional berharap pembangunan fasilitas ini dapat mendorong transfer teknologi, meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, dan membuka peluang kerja lokal. Pemerintah juga menekankan pentingnya integrasi seluruh proses dari riset, produksi, hingga pengembangan SDM.
Investasi semikonduktor ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global dan meningkatkan daya saing industri teknologi tinggi, sekaligus menjadi fondasi bagi pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang lebih luas di masa depan.
Pengembangan industri semikonduktor di Indonesia bukan sekadar proyek investasi besar, tetapi bagian dari strategi nasional untuk mencetak talenta, memperkuat rantai pasok, dan mengokohkan posisi Indonesia dalam industri teknologi tinggi global.
Dengan dukungan pemerintah, BP Batam, dan konsorsium internasional, langkah ini diharapkan menjadi tonggak penting bagi transformasi ekonomi dan teknologi di Tanah Air.