JAKARTA - Upaya pemerintah dalam menangani temuan bahan pangan yang terpapar zat radioaktif terus berlanjut, dengan fokus terbaru diarahkan pada cengkeh ekspor yang sebelumnya dinyatakan terkontaminasi Cesium (Cs)-137.
Setelah penyelesaian pemusnahan udang terkontaminasi yang dilakukan beberapa waktu lalu, pemerintah kini mempersiapkan langkah lanjutan untuk memastikan keamanan pangan tetap terjaga dan proses penanganan berjalan sesuai ketentuan.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa cengkeh yang terkontaminasi tersebut telah kembali ke Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Ia menyatakan bahwa proses pemusnahannya akan dilakukan pada tahun depan setelah seluruh prosedur teknis yang diperlukan selesai dilaksanakan.
“Hari ini cengkeh tersebut telah kembali ke Indonesia setelah direimpor dengan jumlah 13,5 ton. Pelaksanaan pemusnahannya kami akan jadwalkan pada tahun depan,” ujar Menteri Hanif dalam kesempatan tersebut.
Menurutnya, penanganan terhadap produk cengkeh itu sudah dilakukan secara berlapis. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Cs-137 telah menjalankan penelusuran yang mencakup daerah asal komoditas, yakni Lampung, serta lokasi pengiriman di Surabaya, Jawa Timur. Penelusuran ini menjadi bagian penting untuk mengidentifikasi potensi sumber pencemaran dan memastikan tidak ada titik risiko baru yang terlewatkan.
Di Lampung Selatan, hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya sumber cemaran yang serupa dengan kejadian pencemaran radioaktif di Kawasan Industri Modern Cikande, Banten. Paparan justru ditemukan di wilayah perkuburan yang telah melalui proses dekontaminasi untuk memastikan keamanan lingkungan.
Sementara itu, di Surabaya, pada 2 November 2025, kontainer milik PT JNS terdeteksi memiliki paparan radioaktif pada kisaran 0,02 hingga 0,12 mikroSievert per jam. Data tersebut menjadi dasar bagi tim untuk memperluas upaya penanganan serta memastikan proses penanganan cengkeh dilakukan secara menyeluruh.
Upaya Penanganan di Kawasan Cikande
Dalam pemaparannya, Menteri LH Hanif juga memberikan pembaruan mengenai penanganan di Cikande, Banten, lokasi yang sempat menjadi sorotan terkait paparan Cs-137. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan dekontaminasi di 12 area zona merah, yang kini dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Namun, satu rumah warga masih memerlukan penanganan lanjutan. Penghuninya telah direlokasi untuk memastikan keselamatan selama proses penanganan berlangsung.
Peninjauan terhadap area tersebut menjadi langkah penting pemerintah dalam menjamin tidak ada risiko lanjutan bagi masyarakat. Dekontaminasi dilakukan berdasarkan standar keselamatan radiasi untuk memastikan bahwa semua titik terdampak benar-benar aman dari potensi paparan.
Tantangan Penyimpanan Limbah Radionuklida
Menteri LH Hanif juga menyoroti satu isu penting lainnya, yakni terkait penyimpanan limbah radionuklida yang berasal dari proses penanganan Cs-137. Saat ini, sekitar 1.136,6 ton limbah berada di fasilitas penyimpanan PT PMT. Namun kapasitas tempat penyimpanan tersebut hampir mencapai batas maksimal.
Ia menjelaskan bahwa sifat Cs-137 yang memiliki masa aktif sangat panjang—lebih dari 60 tahun—membuat penanganan dan penyimpanan limbah memerlukan fasilitas yang benar-benar memadai dan berstandar tinggi.
“Karena sifatnya yang sangat panjang masa aktifnya lebih dari 60 tahun, sehingga diperlukan tempat penyimpanan yang memadai untuk itu,” ungkap Menteri Hanif.
Untuk itu, ia berharap adanya dukungan dari Komisi XII DPR RI agar dapat mendorong koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Bapeten, terutama mengenai penyediaan lokasi penyimpanan jangka panjang yang aman dan sesuai standar internasional.
Kelanjutan Penanganan Produk Ekspor Terkontaminasi
Sebelumnya, pemerintah melalui Satgas Penanganan Cs-137 telah menyelesaikan pemusnahan 494 karton udang milik PT BMS yang dikembalikan dari Amerika Serikat (AS). Udang tersebut dinyatakan terkontaminasi zat radioaktif dan telah dimusnahkan pada Rabu (26/11). Penanganan ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk menegakkan standar keamanan pangan, terutama terkait produk ekspor yang harus memenuhi regulasi ketat dari negara tujuan.
Kasus cengkeh ini memperlihatkan bahwa pemerintah terus bergerak untuk memastikan sistem penjaminan mutu dan keamanan pangan nasional berjalan sesuai prosedur. Penelusuran di berbagai titik, langkah dekontaminasi yang dilakukan, serta rencana pemusnahan menunjukkan bahwa penanganan dilakukan secara komprehensif.
Meski proses pemusnahan cengkeh terkontaminasi akan dilakukan tahun depan, pemerintah memastikan bahwa barang tersebut telah diamankan dan diawasi. Semua proses teknis pemeriksaan dilakukan oleh lembaga yang berwenang, dengan pengawasan melekat dari Satgas dan kementerian terkait.
Komitmen pemerintah untuk menjaga citra produk ekspor Indonesia di pasar global juga menjadi fokus dari serangkaian langkah ini. Dengan memastikan produk yang dikirim memenuhi persyaratan keamanan negara tujuan, pemerintah berharap kejadian serupa tidak terulang, sekaligus menjaga kualitas komoditas unggulan Indonesia.