JAKARTA - Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra mendorong respons cepat dari industri asuransi.
Peristiwa bencana ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil bagi masyarakat dan pelaku usaha, tetapi juga meningkatkan kebutuhan akan perlindungan finansial yang dapat dipulihkan secara cepat dan terukur. Dalam kondisi seperti ini, klaim asuransi menjadi salah satu instrumen penting untuk memitigasi dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Chief Executive Officer PT Asuransi Bintang Tbk, Hastanto Sri Margi Widodo, menjelaskan bahwa pihaknya langsung melakukan koordinasi aktif dengan kantor cabang yang berada di wilayah terdampak, salah satunya Medan, Sumatera Utara, guna mempercepat proses penanganan klaim.
“[Sejauh ini] dari laporan yang sudah masuk, [untuk] kami hanya terdampak pada area Medan sebanyak 10 laporan kerugian,” kata Hastanto.
Hastanto memaparkan rincian klaim yang diterima: tujuh laporan berada di bawah Rp500 juta, tiga laporan lain berada di kisaran Rp1–1,5 miliar untuk properti, dan satu kendaraan Avanza mengalami total loss dengan nilai klaim Rp290 juta. Angka-angka ini menunjukkan skala kerugian yang bervariasi, meskipun belum mencerminkan dampak total bencana di Sumatra.
Selain langkah internal masing-masing perusahaan asuransi, koordinasi di tingkat industri juga dilakukan melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Perhimpunan ini telah mengeluarkan surat edaran untuk menghimpun informasi klaim dari seluruh perusahaan asuransi guna memantau situasi secara menyeluruh.
“AAUI sudah mengirimkan surat edaran untuk pengumpulan informasi klaim yang terjadi, sampai saat itu baru level itu koordinasinya. Saya yakin OJK juga sedang memonitor baik melalui AAUI ataupun jalur lainnya,” ujar Hastanto.
Klaim asuransi yang masuk ini juga menjadi bagian dari upaya industri untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan finansial yang disediakan. Dengan mekanisme klaim yang cepat, pemegang polis dapat memulai pemulihan kerugian lebih awal, baik untuk properti maupun aset kendaraan yang terdampak banjir dan longsor.
Sementara itu, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyiapkan langkah-langkah tanggap darurat. Menteri Keuangan Yudhi Sadewa menegaskan kesiapan pemerintah untuk menambah anggaran BNPB sesuai kebutuhan operasi darurat, rehabilitasi, dan bantuan sosial bagi warga terdampak bencana.
Purbaya, yang hadir dalam acara Rapimnas Kadin 2025, menjelaskan bahwa BNPB saat ini masih memiliki cadangan anggaran sekitar Rp500 miliar lebih yang siap digunakan untuk kebutuhan tanggap darurat. Namun, jika dana tersebut tidak mencukupi, pemerintah telah menyiapkan ruang fiskal tambahan untuk memastikan respons bencana tetap optimal.
“BNPB masih ada sekitar 500 miliar lebih, di BNPB yang siap. Terus kalau nanti butuh dana tambah, kita siap juga menambah, dan sudah ada di anggarannya,” ujar Purbaya.
Mekanisme penambahan anggaran dilakukan melalui permintaan resmi BNPB melalui usulan anggaran, dengan menggunakan pos dana penanggulangan bencana yang memang sudah disiapkan dalam APBN. Hal ini menjamin fleksibilitas pemerintah dalam merespons skala bencana yang terjadi.
Sebagai catatan, berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2026, pagu anggaran BNPB ditetapkan sebesar Rp491 miliar. Angka ini berbeda dibandingkan APBN 2025 yang mengalokasikan dana sebesar Rp2,01 triliun untuk penanggulangan bencana. Meski demikian, cadangan anggaran saat ini dianggap cukup untuk menangani kebutuhan darurat akibat bencana banjir di sejumlah wilayah Sumatra.
Kejadian banjir ini menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah, industri asuransi, dan masyarakat. Dengan dukungan klaim asuransi dan kesiapan dana pemerintah, masyarakat terdampak diharapkan dapat pulih lebih cepat dari kerugian yang dialami. Respon cepat ini juga mencerminkan sinergi yang semakin kuat antara sektor publik dan swasta dalam menghadapi bencana alam.
Dalam jangka panjang, industri asuransi juga diharapkan dapat memperluas kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perlindungan finansial melalui polis asuransi. Situasi seperti banjir Sumatra kali ini menjadi pengingat nyata bahwa risiko bencana bisa datang kapan saja, dan perlindungan finansial yang memadai adalah salah satu cara untuk mengurangi dampak kerugian.
Dengan proses klaim yang berjalan, koordinasi AAUI, serta dukungan anggaran BNPB, masyarakat dan pelaku usaha di Sumatra kini memiliki harapan lebih besar untuk memulihkan kondisi mereka pasca bencana. Respon cepat dan transparansi dalam penanganan klaim menjadi kunci untuk memastikan pemulihan yang efektif dan tepat waktu.