JAKARTA - Chief Economist dan Head of Research Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, membuka kemungkinan pertumbuhan kredit perbankan bisa menembus 11 persen pada tahun 2026.
Namun, menurutnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, terutama terkait langkah penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).
“Untuk 2026 pertumbuhan kredit akan tumbuh single digit. Most likely sebenarnya saat ini sendiri kan lebih ke high single digit,” ujar Rully.
Rully menekankan bahwa situasi saat ini membuat pertumbuhan kredit masih berada di level single digit tinggi. Namun, jika BI melakukan penurunan suku bunga secara lebih agresif, pertumbuhan kredit bank bisa melampaui angka 10 persen, bahkan mendekati 11 persen, yang dianggap cukup realistis.
Peran Bank Indonesia dalam Menopang Kredit
Rully berharap BI dapat memangkas suku bunga acuan hingga 50 basis poin (bps) pada semester I 2026, dari posisi saat ini 4,75 persen. Menurutnya, BI masih memiliki ruang untuk melakukan penyesuaian ini, mengingat sejak September 2024, bank sentral telah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate hingga 150 bps.
“Jadi kita expect sih sebenarnya dengan penurunan suku bunga yang sudah cukup agresif, untuk menurunkan suku bunga di semester I (2026) 50 bps lagi. Ini juga saya rasa akan sangat mencukupi untuk mendorong pertumbuhan kredit di double digit, at least mungkin ke 11 persen cukup realistis,” tutur Rully.
Dengan langkah BI yang tepat, suku bunga kredit diperkirakan akan menurun, sehingga aktivitas kredit perbankan dapat terdorong lebih tinggi.
Optimisme Menteri Keuangan terhadap Likuiditas Perbankan
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis penempatan dana pemerintah sebesar Rp276 triliun akan berdampak positif terhadap pertumbuhan kredit. Penyaluran dana pemerintah ke bank Himbara dan BSI diproyeksikan mulai terlihat pengaruhnya paling cepat pada Desember 2025.
Pemerintah telah menempatkan sekitar Rp200 triliun saldo anggaran lebih (SAL) kepada BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, dan BSI hingga September 2025. Dana ini kemudian disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp188 triliun per 10 November 2025.
“Hingga 31 Oktober penempatan 200 triliun rupiah di Himbara dan BSI telah disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp188 triliun pada 10 November 2025,” jelas Purbaya.
Penempatan Dana Tambahan Sebesar Rp76 Triliun
Pada 10 November 2025, pemerintah kembali menempatkan sisa anggarannya ke BRI, BNI, Bank Mandiri, dan Bank Jakarta sebesar Rp76 triliun. Langkah ini dilakukan untuk mendorong perputaran uang primer yang melambat pada Oktober 2025.
“Kita lihat base money-nya tumbuh 13,3 persen, di bulan Oktober turun sedikit ke 7,8 persen. Jadi kita pikir mungkin perlu didorong lagi, kita masukkan lagi Rp76 triliun,” kata Purbaya.
Dengan penempatan tambahan ini, likuiditas domestik di perbankan semakin menguat. Terbukti dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang stabil di 11,5 persen dan pertumbuhan kredit yang solid sebesar 7,4 persen pada Oktober 2025.
“Hanya dampak penuh dari tambahnya likuiditas itu perlu sampai 2-3 bulan. Jadi baru kita lihat impact penuhnya mungkin di Desember (2025), Januari (2026),” tambah Purbaya.
Dampak Penyaluran Dana terhadap Suku Bunga Kredit
Penyaluran dana pemerintah di perbankan berhasil menurunkan suku bunga kredit tertimbang dari 9,12 persen menjadi 9 persen per Oktober 2025. Tren ini sejalan dengan penurunan suku bunga deposito tenor 6 bulan dari 6 persen menjadi 5,2 persen pada September 2025.
“Ini memberi indikasi bahwa intervensi pemerintah berhasil mendorong penurunan cost of fund untuk mendukung aktivitas investasi dan konsumsi,” ujar Purbaya.
Langkah ini penting karena suku bunga kredit yang lebih rendah akan mendorong pelaku usaha dan masyarakat untuk meningkatkan aktivitas pinjaman, sehingga pertumbuhan kredit bank bisa terdorong lebih tinggi.
Syarat dan Faktor Pendukung Pertumbuhan Kredit
Beberapa faktor utama yang perlu diperhatikan agar target pertumbuhan kredit 11 persen di 2026 dapat tercapai, antara lain:
Penurunan suku bunga acuan BI: Minimal 50 bps pada semester I 2026.
Peningkatan likuiditas bank: Penempatan dana pemerintah ke Himbara dan BSI berperan penting.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang stabil: Menjadi sumber utama penyaluran kredit.
Kondisi makroekonomi yang kondusif: Aktivitas investasi dan konsumsi masyarakat harus tetap meningkat.
Konsistensi penyaluran kredit oleh bank: Bank harus memanfaatkan likuiditas tambahan secara optimal.
Jika semua faktor tersebut terpenuhi, Rully dan pejabat pemerintah optimistis pertumbuhan kredit bank bisa menembus double digit pada 2026.
Secara keseluruhan, prospek pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2026 cukup optimistis. Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, penempatan dana pemerintah, dan stabilitas likuiditas perbankan menjadi faktor kunci yang mendorong pertumbuhan kredit mendekati 11 persen.
Langkah-langkah strategis ini diharapkan akan meningkatkan aktivitas ekonomi, mendukung investasi dan konsumsi, serta memperkuat sektor perbankan domestik.
Dengan skenario ini, target pertumbuhan kredit bank double digit dianggap realistis dan dapat dicapai jika seluruh syarat dan faktor pendukung dijalankan sesuai rencana.