JAKARTA – Bencana hidrometeorologi berupa banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatra menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi peta kerawanan bencana nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban jiwa mencapai 776 orang, 564 orang hilang, dan 2.600 luka-luka per Kamis, 4 Desember 2025.
Kerusakan infrastruktur pun cukup luas. Di Sumatra Utara, tercatat 27 jembatan, 19 rumah ibadah, satu fasilitas kesehatan, serta 2.400 rumah rusak. Sumatra Barat terdampak 64 jembatan, 65 rumah ibadah, delapan fasilitas kesehatan, satu kantor, 84 fasilitas pendidikan, dan 2.800 rumah. Sementara di Aceh, tercatat 204 jembatan, 75 fasilitas pendidikan, 99 kantor, 48 rumah ibadah, serta 5.200 rumah mengalami kerusakan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bencana ini berpotensi memengaruhi target pertumbuhan ekonomi nasional kuartal IV/2025 yang sebelumnya diperkirakan mencapai 5,7% (yoy).
BRIN Dorong Kajian Ulang Peta Kerawanan Bencana
Melihat besarnya dampak, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merekomendasikan kajian dan penyusunan ulang peta kerawanan bencana di wilayah terdampak. Ketua Gugus Tugas Penanggulangan Bencana BRIN, Joko Widodo, menyampaikan bahwa fenomena ekstrem seperti siklon tropis Senyar, yang meningkatkan curah hujan hingga 300 mm, menjadi peringatan penting.
“Rekomendasi kami, perlu dilakukan kajian ulang terhadap peta kerawanan bencana yang ada,” tegas Joko. Peta risiko yang diperbarui diyakini bisa membantu pemerintah daerah dan pihak terkait dalam merancang strategi mitigasi, penataan ruang, serta sistem peringatan dini yang lebih efektif.
Peran Satelit dan Teknologi BRIN
Joko menjelaskan bahwa Gugus Tugas BRIN memanfaatkan sains dan teknologi, terutama data satelit radar dan optik, untuk memetakan area terdampak secara cepat dan akurat. Data ini menjadi bahan penting bagi BNPB dalam operasi tanggap darurat dan perencanaan rekonstruksi.
“Data-data satelit yang ada di BRIN selalu diintegrasikan dengan lembaga-lembaga lain. Hasil analisis BRIN diteruskan ke BNPB untuk tanggap darurat,” ujarnya.
Kolaborasi Strategis dengan Institusi Pendidikan
Untuk mendukung analisis data satelit, BRIN menjalin kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), serta Kementerian Lingkungan Hidup. Misalnya, kolaborasi dengan UGM diarahkan untuk membentuk Posko analisis data satelit di Yogyakarta guna mendukung tim BRIN di KST Soekarno Cibinong.
Perubahan Pola Hidrometeorologi Akibat Pemanasan Global
Joko menekankan bahwa perubahan pola hidrometeorologi akibat pemanasan global meningkatkan risiko bencana. Atmosfer yang lebih hangat mampu menyimpan lebih banyak uap air, memicu siklon tropis dan curah hujan ekstrem. “Pemanasan global membuat atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, yang dapat mengakibatkan siklon di area tropis dan curah hujan ekstrem sampai 300 mm per hari. Kejadian sejenis sangat mungkin terulang,” ujarnya.
Fokus Kajian Daerah Aliran Sungai (DAS)
Selain revisi peta kerawanan bencana, BRIN juga mendorong kajian mendalam kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sumatra, untuk melihat kekritisan DAS dan memperkuat mitigasi jangka panjang.
Dukungan Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tugas utama Gugus Tugas BRIN adalah memberikan dukungan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi kepada BNPB, terutama selama fase tanggap darurat. Dengan demikian, efektivitas dan ketepatan tindakan di lapangan diharapkan meningkat.
“BRIN bertugas memastikan data dan analisis ilmiah tersedia untuk membantu BNPB mengambil keputusan cepat dan tepat, baik dalam tanggap darurat maupun perencanaan rekonstruksi,” tutup Joko.